“Patuhlah kepada yang di atasmu kelak akan patuh orang yang berada di bawahmu; dan benahilah atinmu kelak akan Allah benahi rupa lahiriahmu”.
Bilal Al-Habsyi adalah salah seorang dari sahabat Nabi yang masuk Islam pada pada periode awal risalah. Karena ia memiliki ketakwaan yang tinggi plus suara yang merdu, Nabi mengangkatnya sebagai muazin (juru azan)-nya. Hampir setiap saat dia bersama Nabi dan mengiringi kepergiannya. Karena itu, dia banyak mengetahui sifat-sifat dan karakter Nabi yang sangat terpunji, terutama dalam hal membela orang-orang yang lemah.
“Suatu hari ketika kami masih berada di Mekah, “cerita Bilal mengawali kisahnya, “aku bersama Nabi saw. Berada di rumah Abu Bakar. Tiba-tiba pintu rumah diketuk oleh seorang tamu yang tidak kami kenal. Aku keluar seorang Nasrani (Kristiani) tengah berdiri di depan pintu. “Apakah Muhammad bin Abdullah ada di sini?” tanyanya.
“Ya, Muhammad ada di dalam,” jawabku.
Dengan seizing tuan rumah, si Nasrani akhirnya berjumpa dengan Nabi Muhammad.
“Wahai Muhammad!” kata si Nasrani membuka pembicaraannya. “Apakah benar bahwa anda adalah utusan Allah?”
“Ya, aku adalah Muhammad Rasul Allah,” jawab Muhammad
“Apabila benar, Anda pasti akan mau membelaku dari orang-orang yang telah berlaku zalim kepadaku.”
“Siapa yang telah menzalimimu?” Tanya Muhammad.
“Abu Jahal bin Hisyam. Dia telah merampas hartaku. Karenanya aku berharap kau akan dapat menolongku.”
Muhammad segera berdiri dari tempat duduknya. Beliau langsung pergi menuju tempat kediaman Abu Jahal. Bagi Muhammad, merampas hak milik orang lain adalah perbuatan yang buruk dan tercela; siapa pun yang melakukannya. Apalagi bila yang dirampas adalah harta milik orang-orang yang lemah.
Melihat Nabi Muhammad yang bergegas pergi ke tempat tujuan Abu Jahal, Bilal kemudian berkata, “Ya Rasulullah ! pada saat seperti ini biasanya Abu Jahal tengah beristirahat. Aku khawatir dia akan marah kepadamu bila kau mendatanginya sekarang. Di samping dia juga tidak akan memperdulikan kata-katamu dan tidak akan mendengar tuntutan serta pembelaanmu terhadap si Nasrani ini.”
Muhammad tidak menggubris pernyataan Bilal. Dia tetap saja pergi ke rumah Abu Jahal untuk bisa menemuinya. Dengan wajah yang agak kesal dan hati yang penuh iba kepada nasib si Nasrani yang malang ini, akhirnya Muhammad sampai juga ke rumah Abu Jahal.
Abu Jahal keluar, usai mendengar ketukan pintu. Katanya, “Wahai Muhammad masuklah ! Apakah ada sesuatu yang harus kutunaikan padamu?”
“Ya, aku datang hanya ingin membela si Nasrani yang malang ini, “jawab Muhammad. “Dia berkata bahwa kamu telah merampas hak miliknya dan menganiayanya. Sekarang kumohon agar engkau segera mengembalikannya.”
“Wahai Muhammad! Apakah karena itu lalu kau datang ke rumahku? Seandainya kau utus seseorang untuk memintanya dariku niscaya aku akan mengembalikannya pada si Nasrani ini,” kilah Abu Jahal. “Tidak, sebaiknya jangan kau tunda-tunda lagi hak miliknya. Kembalikan haknya sekarang juga !” desak Muhammad.
Abu Jahal kemudian memerintahkan seluruh budaknya untuk mengembalikan harta milik si Nasrani yang pernah dirampasnya. Setelah selesai, Muhammad masih bertanya kepada si Nasrani,
“Wahai Polan, apakah seluruh hartamu sudah dikembalikan oleh Abu Jahal?”
“Hampir seluruhnya, kecuali sebuah keranjang kecil,” katanya melapor kepada Muhammad.
“Wahai Abu Jahal,” tegas Muhammad. “kembalikan seluruh barangnya. Jangan satu pun yang tersisa padamu.
Abu Jahal kemudian mencari keranjang itu di sudut-sudut rumahnya. Tetapi apa daya, keranjang rampasannya tidak ada di rumah. Sampai kemudian dia menggantinya dengan sebuah keranjang yang lebih baik dan lebih baru.
Istri Abu Jahal protes.
“Demi Allah, “ kata istri Abu Jahal, “mengapa engkau harus tunduk kepada anak yatim Abu Thalib. Mengapa kau begitu hina di hadapan putra Abu Thalib?”
Abu Jahal menjawab, “Wahai istriku, apabila engkau menyaksikan apa yang aku saksikan niscaya engkau tidak akan berkata seperti itu.”
“Apa yang telah engkau saksikan?” Tanya istri Abu Jahal.
“Tapi jangan kau ceritakan kepada kawan-kawanku pinta Abu Jahal. “Demi Hubal, tadinya kusaksikan ada dua singa yang tengah menjaga Muhammad. Setiap kali aku ingin menolak permohonannya kuperhatikan dua singa itu siap akan menerkamku. Karena itu, aku tunduk dan patuh kepadanya.”
Si Nasrani, kata Bila, juga melihat apa yang dilihat Abu Jahal. Dia kemudian berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya aku percaya bahwa engkau adalah Rasul Allah dan agamamu adalah sebaik-baik agama.” Si Nasrani kemudian mengikuti agama Muhammad. Dia menjadi seorang muslim dan menjadi orang yang baik. Hal ini terjadi berkat sikap Nabi Muhammad kepada orang yang dizalimi tersebut.
“Ya, Muhammad ada di dalam,” jawabku.
Dengan seizing tuan rumah, si Nasrani akhirnya berjumpa dengan Nabi Muhammad.
“Wahai Muhammad!” kata si Nasrani membuka pembicaraannya. “Apakah benar bahwa anda adalah utusan Allah?”
“Ya, aku adalah Muhammad Rasul Allah,” jawab Muhammad
“Apabila benar, Anda pasti akan mau membelaku dari orang-orang yang telah berlaku zalim kepadaku.”
“Siapa yang telah menzalimimu?” Tanya Muhammad.
“Abu Jahal bin Hisyam. Dia telah merampas hartaku. Karenanya aku berharap kau akan dapat menolongku.”
Muhammad segera berdiri dari tempat duduknya. Beliau langsung pergi menuju tempat kediaman Abu Jahal. Bagi Muhammad, merampas hak milik orang lain adalah perbuatan yang buruk dan tercela; siapa pun yang melakukannya. Apalagi bila yang dirampas adalah harta milik orang-orang yang lemah.
Melihat Nabi Muhammad yang bergegas pergi ke tempat tujuan Abu Jahal, Bilal kemudian berkata, “Ya Rasulullah ! pada saat seperti ini biasanya Abu Jahal tengah beristirahat. Aku khawatir dia akan marah kepadamu bila kau mendatanginya sekarang. Di samping dia juga tidak akan memperdulikan kata-katamu dan tidak akan mendengar tuntutan serta pembelaanmu terhadap si Nasrani ini.”
Muhammad tidak menggubris pernyataan Bilal. Dia tetap saja pergi ke rumah Abu Jahal untuk bisa menemuinya. Dengan wajah yang agak kesal dan hati yang penuh iba kepada nasib si Nasrani yang malang ini, akhirnya Muhammad sampai juga ke rumah Abu Jahal.
Abu Jahal keluar, usai mendengar ketukan pintu. Katanya, “Wahai Muhammad masuklah ! Apakah ada sesuatu yang harus kutunaikan padamu?”
“Ya, aku datang hanya ingin membela si Nasrani yang malang ini, “jawab Muhammad. “Dia berkata bahwa kamu telah merampas hak miliknya dan menganiayanya. Sekarang kumohon agar engkau segera mengembalikannya.”
“Wahai Muhammad! Apakah karena itu lalu kau datang ke rumahku? Seandainya kau utus seseorang untuk memintanya dariku niscaya aku akan mengembalikannya pada si Nasrani ini,” kilah Abu Jahal. “Tidak, sebaiknya jangan kau tunda-tunda lagi hak miliknya. Kembalikan haknya sekarang juga !” desak Muhammad.
Abu Jahal kemudian memerintahkan seluruh budaknya untuk mengembalikan harta milik si Nasrani yang pernah dirampasnya. Setelah selesai, Muhammad masih bertanya kepada si Nasrani,
“Wahai Polan, apakah seluruh hartamu sudah dikembalikan oleh Abu Jahal?”
“Hampir seluruhnya, kecuali sebuah keranjang kecil,” katanya melapor kepada Muhammad.
“Wahai Abu Jahal,” tegas Muhammad. “kembalikan seluruh barangnya. Jangan satu pun yang tersisa padamu.
Abu Jahal kemudian mencari keranjang itu di sudut-sudut rumahnya. Tetapi apa daya, keranjang rampasannya tidak ada di rumah. Sampai kemudian dia menggantinya dengan sebuah keranjang yang lebih baik dan lebih baru.
Istri Abu Jahal protes.
“Demi Allah, “ kata istri Abu Jahal, “mengapa engkau harus tunduk kepada anak yatim Abu Thalib. Mengapa kau begitu hina di hadapan putra Abu Thalib?”
Abu Jahal menjawab, “Wahai istriku, apabila engkau menyaksikan apa yang aku saksikan niscaya engkau tidak akan berkata seperti itu.”
“Apa yang telah engkau saksikan?” Tanya istri Abu Jahal.
“Tapi jangan kau ceritakan kepada kawan-kawanku pinta Abu Jahal. “Demi Hubal, tadinya kusaksikan ada dua singa yang tengah menjaga Muhammad. Setiap kali aku ingin menolak permohonannya kuperhatikan dua singa itu siap akan menerkamku. Karena itu, aku tunduk dan patuh kepadanya.”
Si Nasrani, kata Bila, juga melihat apa yang dilihat Abu Jahal. Dia kemudian berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya aku percaya bahwa engkau adalah Rasul Allah dan agamamu adalah sebaik-baik agama.” Si Nasrani kemudian mengikuti agama Muhammad. Dia menjadi seorang muslim dan menjadi orang yang baik. Hal ini terjadi berkat sikap Nabi Muhammad kepada orang yang dizalimi tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar