Selasa, 20 Maret 2012

Terhinanya Seorang Penghianat

Dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar dan Anas ra. Mereka berkata, Nabi saw, bersabda “Setiap penghianat, pada hari kiamat nanti mempunyai sebuah bendera yang bertuliskan “Inilah Penghianatan Fulan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain disebutkan. Dari Abu Sa’ad Al-Khudriy ra. Bahwa Nabi saw. Bersabda: “Setiap penghianatan pada hari kiamat nanti mempunyai sebuah bendera yang ditancapkan di belakangnya, kemudian dengan bendera itu ia ditarik ke atas sesuai dengan penghianatannya. Ingatlah tiada penghianatan yang lebih jahat melebihi pemimpin rakyat yang berkhianat. (HR. Muslim)
Dikutip dari kitab “Mawa’izul Asfuriyah yang ditulis oleh Syekh Mohammad bin Abi bakar, sebuah cerita menarik pada zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz.
Pada suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengutus dua puluh orang tentaranya melaksanakan tugas rahasia kesebuah negara musuh. Malangnya, dalam dalam melaksanakan tugas tersebut, pasukan ini berhasil ditawan musuh.
Tiga orang dari tentara itu dibawa ke hadapan raja untuk diadili dan dijatuhkan hukuman. Ketika orang pertama yang ditawan itu dipanggil menghadap sang raja, pilihan yang berat pun disodorkan kepadanya.
“Jika kamu ingin selamat, kamu harus kembali kepada agama nenek moyangmu. Jika kamu bersedia maka kamu berhak memilih tiga hadiah yang telah aku persiapkan, yaitu kedudukan, harta dan wanita,” ujar sang raja dengan suara yang tegas.
Orang pertama itu pun menjawab, “Aku tidak mau memilih ketiganya. Aku menolak semuanya.”
Mendengar jawaban itu, sang raja menjadi murka. Ia menyuruh para algojonya untuk memenggal kepalanya. Ketika kepala orang itu dipenggal, dan kepalanya tergeletak diatas lantai, terjadilah peristiwa yang menakjubkan.
Atas kekuasaan Allah swt. Kepala yang mengucurkan darah itu bisa berputar dan menuliskan sebuah ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai, maka masuklah kamu kedalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah kedalam syurga-Ku”
Selesai menuliskan ayat tersebut, kepala lelaki itu diam tergeletak dengan wajah yang jernih dan bercahaya.
Kemudian sang raja memanggil orang kedua untuk diberikan tawaran yang sama, bahkan dengan sombongnya sang raja memperlihatkan nasib orang pertama yang telah dipenggal kepalanya karena menolak untuk kembali kepada ajaran agama nenek moyangnya.
“Apakah kamu bersedia?” tanya sang raja.
“Tidak” jawab orang kedua dengan tegas. Maka ketika itu dipenggallah kepanya, dengan ajaib pula kepala itu pun seperti kepala orang pertama dan menuliskan sebuah ayat,
“Maka dia berada dalam kehidupan yang diridhai.” 
 Dia pun akhirnya meninggal dengan wajah yang bening bercahaya.
Dari ketiga lelaki yang ditawan itu, kini tinggal seorang saja yang masih hidup. Lelaki itu pun dipanggil dan ditawari hal yang sama. Ternyata lelaki ini menerima tawaran sang raja.
Akan tetapi seorang menteri mengajukan keberatan kepada rajanya itu.
“Wahai baginda, aku meragukan penerimaan orang ini. Aku khawatir kalau ini hanya satu siasat saja. Kepada kedua temannya saja dia berani berkhianat, apalagi kepada kita sebagai musuhnya,” ungkap sang menteri mengemukakan keberatannya.
Akhirnya sang raja memutuskan untuk menguji lelaki itu. Diambilnya lagi seorang tawanan yang lain, kemudian lelaki itu disuruh membunuh tawanan yang tidak lain adalah kawannya sendiri.
Tanpa ragu-ragu, lelaki itu memenuhi perintah dari sang raja dengan membunuh temannya sendiri.
Melihat kejadian tersebut, sang raja pun akhirnya percaya kepada ucapan menterinya. Maka ia memerintahkan agar kepala lelaki itu pun dipenggal saat itu juga.
Akhirnya kepala lelaki itu pun mengucurkan darah di lantai dan berputar-putar menuliskan kalimat,
“Apakah kamu hendak merubah nasib orang-orang yang sudah pasti ketentuan azab atasnya? Apakah kamu akan menyelamatkan orang-orang yang berada di dalam api neraka?”
Setelah menuliskan kalimat itu dengan darahnya sendiri, kepala lelaki penghianat itu pun berhenti berputar. Tampak jelas sekali wajahnya menakutkan, hitam dan tanpa cahaya. Naudzubillahi min dzalik...

0 komentar:

Posting Komentar