Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan . (QS. 90:10)
Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. (QS. 90:11)
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (QS. 90:12)
Semua orang menyadari bahwa hidup di dunia adalah ibarat perjalanan yang panjang menuju Allah. Karena Allah-lah akhir dari tujuan hidup kita. Dan untuk itu Allah telah memberikan kita jalan, melalui Cahaya-cahaya-Nya. Diantara Cahaya-Nya adalah Al-Quran -dialah An-Nur-, Rasulullah SAW- dialah Sirajan-munira (pelita yang menerangi)-, Ahlul bait Nabi- yang laksana bintang, para Sahabat, Para Ulama, Para Syuhada, para Shalihin. Dan juga cahaya di dalam diri kita indera, perasaan, akal, dan Hati nurani. Cahaya di atas cahaya...
Kendati demikian, kita tetap merasa bahwa jalan menuju cahaya adalah jalan yang sulit dan mendaki. Tidak secara fisik, tetapi juga mental dan pikiran. Karena kita temui banyaknya rintangan, perbedaan, pertentangan di jalan ini yang tiada habis.
Inilah justru ujian dari Allah SWT. Karena Allah sendiri yang mengatakan bahwa jalan-Nya bukanlah jalan yang mudah, bukan jalan ringan, tetapi jalan yang mendaki lagi sukar. Sebagaimana ayat di atas dan juga ayat di bawah.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. (QS. 3:142)
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. 2:214)
Karenanya tidaklah perlu kita merasa lelah dan capai dalam meniti jalan menuju-Nya, baik secara fikiran, rasa dan tenaga. Ketika kita belajar mencari ilmu-Nya, janganlah sekali-kali kita merasa telah merasa yang benar. Justru ketika kita merasa sudah benar mutlak, inilah puncak kesalahan kita. Karena kita akan merasa cukup (istighna) dengan ilmu kita, dengan pendapat kita. Ketika kita berusaha ber amal kita, marilah kita teguh terus menambah amal kita, tanpa pernah merasa cukup dan lebih baik dari orang lain. Perasaan sudah cukup (istighna) adalah salah satu hambatan kita mendaki menuju-Nya. Dengan perasaan ini, kita akan memandang rendah orang lain, enggan menerima perbedaan, pendapat orang...Gampang menilai orang lain, merendahkan orang lain...
Suatu ketika Imam Ali kw, ditanya sahabatnya, "Apakah tangga pertama dari mengenal Allah?". Beliau menjawab, "Adalah ketika engkau merasa bahwa tidak ada orang yang lebih banyak kesalahannya daripada engkau". Orang itu pingsan. Kemudian ketika sadar, dia bertanya lagi, "Sesudah itu ada tangga lagi". Beliau menjawab, "Ada 70 tangga lagi".
Karena para salikin (artinya orang berjalan) atau kaum sufi sering menyebut dirinya "Al-Faqir", maksudnya bukan orang miskin... tetapi orang yang merasa butuh, masih kurang akan petunuk Allah, akan ilmu,akan amal... Lawannya ya istighna itu, merasa cukup, merasa paling benar...
Jalur apa pun yang kita pilih untuk beragama adalah jalan yang mendaki, lagi sulit... Yang tidak pernah akan selesai, kecuali ajal menjelang...Inilah menurut saya hikmah kita berulang-ulang membaca "Ihdina Shirathal Mustaqim"... Agar kita selalu dituntuk untuk semakin dekat menuju-Nya.
Dalam buku Adversity Quotient/AQ (Kecerdasan ketegaran), ada 3 tingkat AQ, yaitu:
Semoga kita menjadi Climbers, orang yang selalu mendaki, mencari, memperbaiki diri... Biarlah Allah yang akan membimbing kita menuju jalan yang mana....
"Dan bagiorang-orang bersungguh-sungguh menuju Kami, sungguh Kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami" (Al-Ankabut).
Menariknya Allah memakai "jalan-jalan" (subul) bukannya jalan. Jadi, meskipun pendakian menuju Allah adalah jalan mendaki, namun Allah menyediakan banyak sekali jalan.
Wallahul muwafiq ilaa aqwamith thariq.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. (QS. 3:142)
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. 2:214)
Karenanya tidaklah perlu kita merasa lelah dan capai dalam meniti jalan menuju-Nya, baik secara fikiran, rasa dan tenaga. Ketika kita belajar mencari ilmu-Nya, janganlah sekali-kali kita merasa telah merasa yang benar. Justru ketika kita merasa sudah benar mutlak, inilah puncak kesalahan kita. Karena kita akan merasa cukup (istighna) dengan ilmu kita, dengan pendapat kita. Ketika kita berusaha ber amal kita, marilah kita teguh terus menambah amal kita, tanpa pernah merasa cukup dan lebih baik dari orang lain. Perasaan sudah cukup (istighna) adalah salah satu hambatan kita mendaki menuju-Nya. Dengan perasaan ini, kita akan memandang rendah orang lain, enggan menerima perbedaan, pendapat orang...Gampang menilai orang lain, merendahkan orang lain...
Suatu ketika Imam Ali kw, ditanya sahabatnya, "Apakah tangga pertama dari mengenal Allah?". Beliau menjawab, "Adalah ketika engkau merasa bahwa tidak ada orang yang lebih banyak kesalahannya daripada engkau". Orang itu pingsan. Kemudian ketika sadar, dia bertanya lagi, "Sesudah itu ada tangga lagi". Beliau menjawab, "Ada 70 tangga lagi".
Karena para salikin (artinya orang berjalan) atau kaum sufi sering menyebut dirinya "Al-Faqir", maksudnya bukan orang miskin... tetapi orang yang merasa butuh, masih kurang akan petunuk Allah, akan ilmu,akan amal... Lawannya ya istighna itu, merasa cukup, merasa paling benar...
Jalur apa pun yang kita pilih untuk beragama adalah jalan yang mendaki, lagi sulit... Yang tidak pernah akan selesai, kecuali ajal menjelang...Inilah menurut saya hikmah kita berulang-ulang membaca "Ihdina Shirathal Mustaqim"... Agar kita selalu dituntuk untuk semakin dekat menuju-Nya.
Dalam buku Adversity Quotient/AQ (Kecerdasan ketegaran), ada 3 tingkat AQ, yaitu:
- Quitters (orang yang keluar, lepas). Tidak mau berusaha atau berbuat karena melihat kesulitan.
- Campers (orang merasa puas). Orang yang merasa sudah berusaha dan mendapatkan hasil, tapi ia merasa sudah cukup (istighna) dan enggan untuk meneruskan perjalanan.
- Climbers (Pendaki). Adalah orang yang selalu berusaha mendaki, melanjutkan perjalanan, pendakian.
Semoga kita menjadi Climbers, orang yang selalu mendaki, mencari, memperbaiki diri... Biarlah Allah yang akan membimbing kita menuju jalan yang mana....
"Dan bagiorang-orang bersungguh-sungguh menuju Kami, sungguh Kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami" (Al-Ankabut).
Menariknya Allah memakai "jalan-jalan" (subul) bukannya jalan. Jadi, meskipun pendakian menuju Allah adalah jalan mendaki, namun Allah menyediakan banyak sekali jalan.
Wallahul muwafiq ilaa aqwamith thariq.
0 komentar:
Posting Komentar